Sebelum masuk dalam definisi Asas Diskresi ada baiknya kita sedikit menyinggung hal yang bisa dikatakan lahirnya Asas Diskresi ini, yaitu Asas Legalitas. Asas Legalitas termasuk asas yang boleh dikatakan sebagai tiang penyangga hukum, Asas ini tersirat dalam Pasal 1 KUHP:
- Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.
- Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.
Aturan dalam Asas Legalitas tersusun secara sistematis dalam suatu perundang-undangan, telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Jadi Asas Legalitas itu adalah hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Sekarang mari kita membahas apa itu Asas Diskresi.
Thomas J. Aron mengemukakan pengertian diskresi sebagai kekuasaan atau kewenangan yang diberikan oleh hukum atau undang-undang kepada pejabat publik untuk mengambil suatu tindakan berdasarkan penilaian sendiri. Asas Diskresi atau yang disebut dengan freis ermessen ini dapat dipandang sebagai asas yang bertujuan untuk mengisi kekurangan atau melengkapi asas legalitas, karena asas freis ermessen memberikan keleluasaan bertindak kepada pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugasnya tanpa terikat kepada undang-undang. Ridwan H.R mengemukakan dalam bukunya bahwa freis ermessen ini muncul sebagai alternatif untuk mengisi kekurangan dan kelemahan di dalam penerapan asas legalitas.
Kewenangan pejabat administrasi negara dalam mengambil suatu tindakan yang dianggap pantas atau patut sesuai dengan keadaan faktual yang sedang dihadapi oleh pejabat administrasi negara yang bersangkutan. penilaian tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa tindakan itu dianggap pantas untuk dilakukan oleh pejabat administrasi negara yang bersangkutan. kepantasan atau kepatutan tersebut bisa saja dilandaskan kepada pertimbangan bahwa jika suatu tindakan tidak dilakukan maka kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian atau kerusakan yang lebih besar. Artinya pejabat administrasi negara tidak boleh melakukan tindakan tanpa pertimbangan-pertimbangan atau dasar pemikiran tertentu, dan pejabat administrasi negara harus selalu ada batasan dan alasannya dalam bertindak.Sejalan dengan pemikiran tersebut, Hans J. Wolf mengemukakan bahwa freis ermessen tidak boleh diartikan secara berlebihan seakan-akan badan atau pejabat administrasi negara boleh bertindak dengan sewenang-wenang atau tanpa dasar dan dengan dasar-dasar yang tidak jelas ataupun dengan pertimbangan subjektif-individual. Hal itu berarti asas diskresi tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang, melainkan terikat kepada persyaratan yang bersifat kondisional.
Menurut Ridawan H.R ada tiga keadaan kondisional yang menjadikan pemerintah dapat melakukan tindakan diskresif, yaitu:
- Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in concreto terhadap suatu masalah, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera.
- Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar tindakan aparat pemerintah telah memberikan kebebasan sepenuhnya.
- adanya delegasi peraturan perundang-undangan, yaitu pemberian kekuasaan untuk mengatur sendiri kepada pemerintah yang sebenarnya kekuasaan itu dimiliki oleh aparat yang lebih tinggi tingkatannya.
Dalam kondisi diatas yang pertama mengandung arti sebagai suatu tindakan pemerintah yang dilakukan atas inisiatif sendiri akibat terjadi kekosongan hukum (undang-undang). dalam kondisi tersebut kekosongan hukum tersebut harus diisi oleh pemerintah dengan menetapkan sendiri hukium yang berlaku terhadap kasus yang bersangkutan. Dalam kondisi yang kedua, diskresi merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah atas inisiatif sendiri untuk menjalankan suatu undang-undang karena undang-undang itu sendiri tidak mengatur cara untuk menjalankannya secara khusus.Dalam kondisi ketiga, diskresi merupakan tindakan pemerintah yang dilakukan atas inisiatif sendiri karena aparat pemerintah diberikan kekuasaan untuk mengatur sendiri suatu hal tertentu, meskipun kewenangan untuk mengatur hal tersebut sebenarnya dimiliki oleh aparat yang lebih tinggi tingkatannya.
Sjachran Basah mengemukakan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam tindakan diskresi, yaitu:
- Ditujukan untuk menjalankan tugas servis publik.
- merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara.
- Diambil atas inisiatif sendiri, dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba.
- Dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.
Saut Panjaitan mengemukakan bentuk-bentuk tindakan pemerintah, yaitu:
- Membentuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undangyang dari sisi materil mengikat secara umum.
- Mengeluarkan beschikkingyang bersifat konkret, final, dan individual.
- Melakukan tindakan administrasi negara yang nyata dan aktif.
- Menjalankan fungsi peradilan, terutama dalam keberatan dan banding administrasi.
Kesimpulan secara garis besar mengenai asas diskresi sebagai suatu tindakan pemerintah yang diambil secara inisiatif sendiri sesungguhnya bukan merupakan tindakan yang sewenang-wenang. Diskresi itu bukan merupakan tindakan pejabat administrasi negara yang bebas secara mutlak tanpa ada batasan-batasannya karena mengenai hal atau keadaan yang memerlukan tindakan diskresi semata-mata bergantung kepada kehendak pejabat administrasi negara, namun dibatasi oleh keadaan faktual, situasi, motivasi, maksud dan tujuan serta pertanggungjawaban moral tindakan diskresi tersebut.
No comments:
Post a Comment